Spaha, TTS Penakita.Info – Kamis, 20 November 2025 – Isu penunggakan tunjangan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Spaha sejak tahun 2024 mencuat, menimbulkan kekecewaan di kalangan anggota TPK dan masyarakat. Simon Taneo Warag, salah seorang anggota TPK, mengungkapkan bahwa tunjangannya belum dibayarkan setelah menyelesaikan proyek rabat beton sepanjang dua kilometer.
Simon menjelaskan, masalah ini tidak hanya soal tunjangan. Biaya operasional seperti makan dan transportasi ke lokasi proyek juga ditanggung sendiri. "Kami terpaksa nombok, padahal seharusnya ada dana untuk itu," keluhnya. Proyek rabat beton selebar 1,5 meter ini diharapkan meningkatkan aksesibilitas desa.
Namun, masyarakat Desa Spaha kecewa dengan kualitas dan spesifikasi rabat. Lebar rabat yang hanya 1,5 meter dinilai terlalu sempit untuk kendaraan roda empat, menghambat aktivitas ekonomi warga, terutama pengangkutan hasil pertanian dari kebun yang berjarak dua kilometer dari pemukiman.
"Bagaimana kami bisa mengangkut hasil kebun jika jalan rabat tidak bisa dilalui mobil? Kami memberikan tanah dengan harapan hasil kebun bisa diangkut mobil," ujar Simon Taneo, merasa kontribusi mereka tidak sebanding dengan manfaat yang diterima.
Proyek rabat beton ini didanai dari APBDes tahun 2024. Namun, kejelasan pembayaran tunjangan TPK belum ada. Simon menambahkan, selama dua tahun terakhir, ia dan rekan-rekannya belum menerima tunjangan, biaya makan, minum, dan transportasi juga ditanggung sendiri. "Tunjangan per orang seharusnya satu juta rupiah, dan ada tujuh orang dalam tim. Namun, saya tidak tahu apakah anggota lain sudah menerima tunjangan atau belum," ungkap Simon.
Dengan nada kecewa, Simon Taneo berharap Pemerintah Kabupaten TTS, Bupati, Wakil Bupati, serta anggota DPRD TTS turun tangan dan mendesak Pemerintah Desa Spaha segera membayarkan hak-hak mereka yang tertunda. Ia juga berharap ada evaluasi terhadap proyek rabat beton, terutama terkait kualitas dan spesifikasi yang dinilai tidak sesuai kebutuhan masyarakat. "Kalau sampai pengaduan kami di media tidak dibayar, pasti kami tempuh jalur hukum," tegas Simon Taneo.
Kasus ini menyoroti hak-hak pekerja dan dampak pembangunan bagi masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran desa menjadi kunci mencegah masalah serupa. Pemerintah daerah diharapkan mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan polemik ini dan memastikan setiap proyek pembangunan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, Kades Spaha belum berhasil dikonfirmasi.
( Marfin )
