Lampung Selatan, Penakita.info –
Polemik sengketa lahan seluas 44 hektare di Desa Marga Catur, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan, kembali mencuat. Lahan yang diklaim milik Ahyat Syukur ini memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 324 PK/Pdt/1993 tanggal 9 Agustus 1993 yang dimenangkannya, serta Berita Acara Eksekusi Nomor 01/Pdt-Eks/1993/PN.KLD.
Menurut pihak Ahyat Syukur, kesepakatan hasil Forum Group Discussion (FGD) pada Januari 2024 seharusnya membuat kedua belah pihak menahan diri untuk tidak menggarap atau merusak lahan hingga waktu yang tidak ditentukan. Rekomendasi tersebut disampaikan langsung oleh Kapolres Lampung Selatan saat itu, AKBP Yusriandi Yusrin, dengan tujuan menjaga kondusivitas, menghindari provokasi, dan mendorong penyelesaian melalui jalur hukum baru.
Anak Ahyat Syukur, Iyan, menyatakan bahwa pihaknya kecewa karena warga tetap menggarap lahan yang dipersengketakan. Iyan menegaskan, dasar hukum yang dimiliki keluarganya sudah jelas dan diakui pengadilan, sehingga jika warga tetap melakukan aktivitas, pihaknya juga akan turun langsung ke lahan tersebut.
"Kami punya bukti hukum yang jelas. Kalau warga tetap menggarap, kami juga akan turun karena hak kami dilindungi putusan pengadilan," ujarnya.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa warga memang tetap bercocok tanam, bahkan menanami lahan tersebut dengan jagung. Merespons hal itu, pihak Ahyat Syukur menebang satu pohon kelapa yang tumbuh di atas tanah yang mereka klaim, kemudian menanam singkong di area tersebut. Tindakan ini memicu ketegangan yang nyaris berujung bentrokan, sebelum aparat kepolisian tiba untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.
Bhabinkamtibmas Desa Marga Catur, Bripka Siswanto, kemudian memediasi pertemuan antara perwakilan warga dan pihak Ahyat Syukur, dengan disaksikan Kepala Desa Muhammad Abdul Mukhlis. Dalam mediasi itu, Siswanto mengingatkan kedua belah pihak tentang risiko hukum jika sampai terjadi gesekan fisik. Ia juga berjanji akan melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinannya dan mendorong diadakannya pertemuan lanjutan di Polres untuk mencari solusi.
"Tolong kedua belah pihak menahan diri. Jangan ada gesekan fisik yang bisa berujung pidana. Saya akan laporkan ke pimpinan dan mendorong pertemuan lanjutan di Polres untuk mencari solusi terbaik," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Marga Catur, Muhammad Abdul Mukhlis, menuturkan bahwa warga sebenarnya tidak bermaksud melanggar kesepakatan FGD. Ia mengaku pernah menerima pernyataan lisan dari Kapolres saat itu, yang menyebut warga diperbolehkan kembali beraktivitas di lahan tersebut, dan laporan penyerobotan dari pihak Ahyat Syukur tidak cukup bukti. Namun, pernyataan itu tidak dituangkan dalam bentuk tertulis maupun dokumentasi resmi.
"Kapolres saat itu pernah mengatakan secara lisan bahwa warga boleh kembali beraktivitas di lahan tersebut, dan laporan penyerobotan dari pihak Ahyat Syukur tidak cukup bukti. Sayangnya, tidak ada surat resmi atau dokumentasi terkait hal ini," ungkapnya.
Tim media akan melakukan konfirmasi langsung kepada mantan Kapolres Lampung Selatan, AKBP Yusriandi Yusrin, untuk mengklarifikasi kebenaran pernyataan yang disampaikan Kepala Desa Marga Catur tersebut.(Ar.mcl)