Dalam klarifikasi yang disampaikannya kepada media Floresupdate.com Seprianus menegaskan bahwa usaha peternakan yang ia kelola telah berdiri dan beroperasi sejak tahun 2018, jauh sebelum adanya program ketahanan pangan desa sebagaimana yang belakangan dipersoalkan.
Ia menjelaskan, sejak awal usaha tersebut memang difokuskan pada peternakan ayam pedaging. Seiring waktu, pengembangan dilakukan pada ayam joper, itik, dan sejak tahun 2023 sebagian usaha dialihkan ke ayam petelur.
“Usaha ini sudah berjalan lama dan berkelanjutan. Bukan usaha yang muncul karena program ketahanan pangan desa,” jelas Seprianus.
Menurutnya, sistem pemeliharaan ternak dilakukan secara teratur dengan menggunakan dua kandang yang dioperasikan secara bergantian demi menjaga kualitas dan kesehatan ternak. Hingga kini, aktivitas peternakan tersebut masih berjalan aktif dan melayani permintaan pasar setiap bulan.
Hasil produksi peternakan Seprianus tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal di Kabupaten Alor, tetapi juga telah dipasarkan ke sejumlah wilayah lain seperti Pantar, Kisar, Ambon, serta beberapa pelanggan tetap di wilayah Alor. Konsumen berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum, pelaku usaha, pengelola homestay, pihak swasta, hingga perusahaan.
Ia juga mengakui bahwa pada tahun 2022 pernah terjadi transaksi jual beli ayam potong dengan Anggota DPR RI, Julia Leskodat, dalam rangka kegiatan sosial. Namun ia menegaskan bahwa transaksi tersebut murni hubungan dagang biasa dan sama sekali tidak berkaitan dengan program pemerintah desa mana pun.
Dari sisi legalitas, Seprianus menyampaikan bahwa seluruh aktivitas usaha peternakannya telah memiliki izin resmi. Proses pengurusan izin dimulai sejak 2018 dan tuntas pada tahun 2022 atas nama pribadi sebagai pemilik usaha.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa usaha peternakan tersebut juga mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT yang sempat melakukan kunjungan dan peninjauan langsung ke lokasi kandang.
“Usaha ini dinilai membantu perekonomian masyarakat dan berkontribusi dalam menjaga ketersediaan daging dan telur di daerah,” ungkapnya.
Menanggapi statusnya sebagai anggota Polri, Seprianus menegaskan bahwa kegiatan usaha yang dijalankan merupakan aktivitas pribadi yang dilakukan di luar jam dinas, dikelola oleh karyawan tetap, serta tidak menggunakan fasilitas negara maupun mencampuradukkan dengan tugas kepolisian.
“Setiap warga negara berhak berusaha selama sesuai hukum dan tidak merugikan masyarakat. Ini usaha yang sah dan legal,” tegasnya.
Ia menyayangkan adanya informasi yang menurutnya tidak utuh sehingga memunculkan persepsi keliru di tengah masyarakat. Untuk itu, Seprianus berharap Pemerintah Desa Morba dapat memberikan penjelasan resmi agar polemik yang berkembang dapat diluruskan secara terbuka.
Seprianus juga menyatakan dirinya terbuka terhadap kritik, namun berharap setiap informasi yang disampaikan ke publik dilakukan secara berimbang dan melalui klarifikasi kepada pihak terkait.
“Saya terbuka terhadap kritik yang membangun. Yang terpenting, informasi yang disampaikan harus jujur dan berimbang,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam Pemberitaan beberapa media, menerangkan pernyataan Direktur CV Satu Putri, John Lily, yang menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam pengadaan lanjutan ayam joper di Desa Morba.
Informasi tersebut, menurut John, diperoleh dalam forum mediasi yang berlangsung di Kantor Desa Morba pada 5 Desember 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris Desa Morba disebutkan menyampaikan bahwa sisa pengadaan ayam tidak lagi dilanjutkan oleh penyedia awal.
Menanggapi isu tersebut, Sekdes Morba juga telah memberikan keterangannya bahwa pihak pemerintah desa yang melakukan pencarian dan pembelian ayam dari peternakan resmi milik Seprianus melalui mekanisme jual beli yang dinilai sesuai prosedur.
Sekdes Morba menegaskan bahwa proses transaksi tersebut tidak disertai unsur pemaksaan ataupun intimidasi dari pihak mana pun dan dapat dipertanggungjawabkan secara administratif.
