masukkan script iklan disini
Dana total bantuan mencapai Rp660 juta, dengan porsi masing-masing rumah Rp20 juta: Rp17,5 juta dalam bentuk bahan dan Rp2,5 juta untuk upah pekerja. Pekerjaan direncanakan dimulai September 2024 dan selesai Desember 2024 yang lalu.
Namun, investigasi langsung Ketua Araksi Kabupaten TTS, Maci Selan, menemukan bahwa sebagian besar rumah belum selesai. Lebih parah, dinding bebak rumah yang seharusnya rapi malah lapuk dan ditutupi campuran semen yang tidak rapi. "Bantuan rumah ini seperti kandang babi. Lebih baik rumah kami yang lama dinding bebak tapi rapi, daripada yang ini yang dinding bebak ditempel campuran semen sembarangan," ujar salah satu warga kepada Maci Selan selama investigasi.
Selain masalah ketidakselesaian dan kualitas, klaim Kepala Desa (Kades) Spaha, Falsat Sabuna, juga menjadi sorotan. Kades menyatakan bahwa bantuan rumah berasal langsung dari pemerintah pusat melalui "satelit" dan menggunakan "model rumah Jepang". Pernyataan ini membuat pihak terkait di kabupaten bingung.
"Lucu kalau ada bantuan pemerintah yang melalui satelit. Kami di kabupaten juga tidak tahu pasti sumber bantuan ini, meskipun seharusnya dari BP3TN NTT II," ungkap Kabid Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Kabupaten TTS, Ike Taneo, ketika ditemui di ruang kerjanya.
BP3TN NTT II sendiri adalah unit organisasi di bawah Direktorat Jenderal Kawasan Permukiman PKP yang bertanggung jawab operasional program perumahan di Provinsi NTT – sehingga klaim Kades tentang aliran bantuan melalui satelit dan model rumah Jepang tidak sesuai dengan data yang seharusnya ada.
Ketua Araksi Maci Selan menegaskan akan melanjutkan investigasi untuk menjawab pertanyaan warga tentang kualitas rumah, ketidakselesaian pekerjaan, serta kebenaran klaim Kades. "Kita tidak akan tinggal diam. Bantuan sebesar Rp660 juta harus memberikan manfaat yang layak bagi masyarakat, bukan malah membuat mereka kecewa dengan kualitas yang seolah-olah tidak dipikirkan," tegas Maci Selan.
