Menurut pantauan media, tim Pidsus tiba di Kantor Dinkes Malaka sekitar pukul 14.00 WITA dan melakukan penggeledahan intensif hingga pukul 19.00 WITA. Selama penggeledahan, tim berhasil mengamankan dua kotak berisi barang bukti serta sejumlah dokumen penting yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi tersebut.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTT, Alfons G. Loe Mau, membenarkan adanya penggeledahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memperkuat alat bukti yang telah dikumpulkan, mengingat status kasus ini telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Benar, kami melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Malaka terkait kasus dugaan korupsi RSP Wewiku. Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan karena kami menemukan unsur perbuatan melawan hukum yang cukup,” tegas Alfons, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Belu.
Kejati NTT menemukan sejumlah indikasi mark up dan kejanggalan dalam penggunaan anggaran proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2023 tersebut. Salah satu temuan mencolok adalah anggaran pembangunan lantai satu rumah sakit yang mencapai Rp 15 miliar. Angka ini dinilai tidak proporsional jika dibandingkan dengan pembangunan RSP Kualin yang bertingkat dan hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp 38 miliar.
Selain itu, pekerjaan mekanikal dan elektrikal yang menelan biaya Rp 1 miliar juga menjadi sorotan. Hasil investigasi menunjukkan bahwa instalasi listrik di lapangan tidak memenuhi standar yang seharusnya untuk fasilitas kesehatan. Item pekerjaan plumbing dan modular Operating Theater (MOT) yang menelan biaya Rp 2 miliar juga diduga bermasalah dan sedang didalami lebih lanjut.
Kejanggalan-kejanggalan ini semakin memperkuat dugaan adanya mark up harga perkiraan sendiri (HPS) yang berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan.
RSP Wewiku, yang seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perbatasan RI–Timor Leste, kini justru menjadi ajang dugaan korupsi. Proyek yang menelan anggaran hampir Rp 45 miliar ini kini menyeret sejumlah nama ke ranah hukum.
Kejati NTT menegaskan komitmennya untuk terus mendalami kasus ini secara tuntas. Pihaknya tidak menutup kemungkinan akan memanggil pihak-pihak terkait, baik dari pihak kontraktor maupun pejabat yang berwenang, untuk dimintai keterangan dan pertanggungjawaban atas dugaan penyimpangan yang terjadi.
(Marfin)