Kupang.PenaKita.Info- Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menyajikan potret ironi pembangunan infrastruktur. Sebuah ruas jalan provinsi vital yang menghubungkan lima kecamatan di empat kabupaten—Amarasi, Amarasi Timur, Amarasi Selatan, Amarasi Barat, dan Amarasi Tengah— berada dalam kondisi rusak berat.Sabtu 5 Juli 2025
Kerusakan jalan sepanjang belasan kilometer ini bukan hanya mengganggu mobilitas warga, tetapi juga menghambat perekonomian masyarakat di wilayah tersebut. Jalan ini merupakan akses tercepat menuju Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, dan bahkan Timor Leste. Keberadaannya yang strategis kabupaten Kupang kecamatan Amarasi Barat Desa Tunbaun semakin mempertegas betapa besarnya dampak negatif dari kondisi jalan yang memprihatinkan ini.
Minimnya Perhatian Pemerintah Kondisi jalan yang telah bertahun-tahun rusak parah ini seolah diabaikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Minimnya perhatian ini menimbulkan keprihatinan besar bagi masyarakat yang bergantung pada jalan tersebut untuk berbagai aktivitas, mulai dari bercocok tanam, berdagang, hingga mengakses layanan pendidikan dan kesehatan.
Ketidakpedulian pemerintah terhadap infrastruktur yang krusial ini menimbulkan pertanyaan besar tentang prioritas pembangunan dan alokasi anggaran di daerah. Apakah pembangunan yang berpusat pada kota-kota besar mengabaikan kebutuhan daerah-daerah terpencil yang juga membutuhkan aksesibilitas yang memadai?
Di tengah ketiadaan respon pemerintah, warga Desa Tunbaun menunjukkan semangat gotong royong yang luar biasa. Mereka berinisiatif memperbaiki jalan tersebut dengan dana swadaya masyarakat. Upaya perbaikan ini tidak hanya melibatkan warga setempat, tetapi juga mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan Amarasi Barat, Babinsa, Babinkamtibmas, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan Forum Orang Battuna Fortuna (Fortuna). Dana yang terkumpul dari sumbangan masyarakat dan keluarga besar Fortuna yang berada di perantauan mencapai ratusan juta rupiah.
Ironinya perbaikan jalan yang dilakukan dengan swadaya masyarakat ini menunjukkan kepedulian dan keinginan kuat masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Namun, di balik semangat gotong royong tersebut, tersimpan ironi yang mendalam.
Sementara salah satu warga yang akrab disapa FT mengatakan sekarang kami masyarakat harus menanggung beban perbaikan infrastruktur yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah. ini jalan provinsi merupakan aset negara yang seharusnya dipelihara dan dibiayai oleh APBN. Kondisi ini menunjukkan ketidakadilan dan ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.tegasnya FT
fT juga mengapresiasi masyarakat dalam keberhasilan perbaikan jalan dengan swadaya masyarakat Desa Tunbaun patut diapresiasi sebagai contoh nyata semangat gotong royong dan kepedulian warga terhadap lingkungannya. , Hal ini tidak boleh menjadi solusi jangka panjang. Pemerintah pusat propinsi dan daerah harus segera mengambil tanggung jawabnya dengan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk memperbaiki dan memelihara jalan provinsi tersebut. Ujar FT
Keberadaan jalan yang memadai merupakan hak dasar masyarakat, dan pemerintah wajib memastikan terpenuhinya hak tersebut. Ke depan, perlu ada pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan anggaran infrastruktur dan transparansi dalam proses pembangunan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali. Semoga kisah ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kebutuhan infrastruktur di daerah-daerah terpencil dan memastikan pembangunan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tutup FT pada Awak media.
(Marfin)