Andreas Taneo, salah seorang penggiat batu warna dan pasir asal Desa Spaha RT 01/RW 01 Dusun 01, mempertanyakan legalitas pungutan yang telah berlangsung lama ini. Ia mengungkapkan kebingungannya terkait pungutan yang hanya dikenakan kepada penggiat batu warna dan pasir dari Desa Spaha saja.
"Kami sebagai penggiat batu warna dan pasir dari berbagai desa, sekitar enam desa yang bekerja di sini, merasa bingung. Mengapa hanya kami dari Desa Spaha yang dikenakan pungutan?" ujarnya saat ditemui di kediamannya, Senin, 1 Desember 2025.
Andreas menjelaskan, untuk setiap karung pasir yang dijual dengan harga Rp 6.000, mereka dipotong Rp 500 untuk pemerintah desa. Sementara untuk batu warna, setiap karung dipotong Rp 1.000. Pungutan ini, lanjutnya, tidak berlaku bagi penggiat dari desa lain.
Selain pungutan bagi penggiat batu warna dan pasir, Andreas juga menyoroti adanya pungutan bagi penerima bantuan beras. Setiap penerima beras diwajibkan membayar Rp 10.000 dengan alasan biaya mobilisasi dari kabupaten ke desa.
"Kami tidak bermaksud menyerang pemerintah desa, tetapi kami hanya ingin mempertanyakan dasar dari pungutan ini. Jika memang ada peraturan desa (Perdes) yang mengatur tentang potongan untuk penggiat batu warna, setidaknya harus ada sosialisasi agar kami masyarakat tahu," tegasnya.
Warga lain juga membenarkan adanya pungutan tersebut. Mereka berharap pemerintah desa dapat memberikan penjelasan terkait pungutan yang dinilai memberatkan ini pungutan ini sudah berjalan sejak tahun 2024- sekarang
Sementara itu, Kepala Desa Spaha belum memberikan tanggapan terkait keluhan warga ini. Pesan konfirmasi yang dikirimkan oleh awak media telah dibaca, namun tidak direspon. Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada Kades Bumkam, namun belum membuahkan hasil.
( marfin )
