TTS.Penakita.info ||Ketua Forum Pemerhati Demokrasi Timor (FPDT), Doni Tanoen, menyampaikan perasaan sangat prihatin terhadap adanya ancaman kekerasan yang ditujukan kepada seorang wartawan Koranmedia.com asal Kabupaten Malaka. Ancaman tersebut muncul setelah wartawan menulis berita yang mengungkapkan bahwa ramalan kiamat 25 Desember 2025 yang disebarkan melalui video Bahtera Ebo Jesus (yang viral di berbagai platform sosial) tidak terbukti terjadi, berdasarkan fakta yang berasal dari Ghana di mana video tersebut pertama kali beredar.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan Sabtu (27/12/2025), Doni Tanoen secara tegas mengecam tindakan ancaman yang dilakukan oleh oknum berinisial AT dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). "Kami secara tegas mengecam tindakan ancaman tersebut dan meminta semua pihak untuk menjaga etika dan profesionalisme dalam menyampaikan pendapat atau keberatan terhadap pemberitaan media," ujarnya.
FPDT yang berperan sebagai lembaga pemantau demokrasi menekankan bahwa wartawan memiliki hak dasar untuk melakukan tugasnya dengan aman dan bebas. "Wartawan berhak melakukan tugasnya untuk mencari, memperoleh, dan menyeberluaskan informasi kepada masyarakat tanpa takut diintimidasi atau dikenai ancaman. Ini adalah hak yang tidak hanya dilindungi oleh profesi jurnalistik, tetapi juga oleh aturan hukum dan prinsip demokrasi," jelas Doni.
Selain itu, FPDT meminta pihak yang mengancam (oknum AT) untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut terkait alasan melakukan ancaman tersebut. "Jika tidak ada klarifikasi yang jelas dan memadai dalam waktu dekat, kami FPDT akan mendorong pihak korban, dalam hal ini wartawan Koranmedia.com, agar menempuh jalur hukum sehingga ada pertanggung jawaban secara hukum atas tindakan yang dilakukan," tegas Doni.
Dia juga menekankan pentingnya menghargai profesi dan kerja media, serta menggunakan saluran yang sah jika ada hal yang dianggap merugikan. "Jika ada hal yang kita anggap tidak tepat atau merugikan dalam pemberitaan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap pihak memiliki hak jawab untuk memberikan klarifikasi atau menuntut hukum melalui proses yang sah. Tidak boleh ada tindakan ancaman atau kekerasan yang menggantikan jalur hukum yang sudah ada," katanya.
Untuk memperkuat argumennya, Doni juga menyebutkan ketentuan hukum yang mengatur tentang pelanggaran terhadap kebebasan pers. "Secara hukum, setiap orang yang secara sengaja dan melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan tugas dan profesi wartawan sesuai ketentuan UU Pers, dapat dihukum penjara dengan masa pidana paling lama 2 tahun. Ini menunjukkan bahwa tindakan ancaman terhadap wartawan bukanlah hal yang ringan dan memiliki konsekuensi hukum yang berat," jelasnya.
FPDT juga menambahkan bahwa ancaman terhadap wartawan bukan hanya melanggar hak individu, tetapi juga merusak pilar demokrasi. "Kebebasan pers adalah salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi. Jika wartawan tidak bisa bekerja dengan aman, maka masyarakat akan kehilangan akses ke informasi yang akurat dan objektif, yang pada gilirannya akan merusak proses keputusan publik dan keberlanjutan demokrasi di Timor," tutup Doni Tanoen dalam keterangannya.
Peristiwa ancaman ini terjadi setelah oknum AT menghubungi wartawan melalui aplikasi WhatsApp dengan nada emosional, menyampaikan ancaman pemukulan, dan kemudian langsung memblokir nomor wartawan. Wartawan telah menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas jurnalistik berdasarkan fakta dan tidak pernah memberikan komentar di grup apapun seperti yang diduga oleh oknum AT.***
