masukkan script iklan disini
Timor Tengah Selatan.Penakita.Info - Seorang istri sah yang Masi mengalami Duka atas kepergian suami tercinta justru berubah menjadi penderitaan. Antonia Nenohaifeto-Isu, istri sah dari almarhum suaminya yang berasal dari Desa Taebesa yang mana suami merupakan mantan anggota DPRD TTS dari Fraksi Perindo TTS, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kini harus menghadapi tekanan, ancaman, dan perampasan hak dari keluarga besar almarhum.
Kepada tim media , Antonia Nenohaifeto-Isu dengan suara lirih menuturkan bahwa setelah suaminya meninggal dunia, ia justru diperlakukan secara tidak manusiawi oleh pihak keluarga almarhum. Yang paling menyakitkan, salah satu ponakan almarhum yang juga menjabat sebagai Kaur Pemerintahan di Desa Taebesa, Erwin Darahalato, telah mengancam keselamatannya secara verbal.
"Setelah suami saya meninggal, saya diperlakukan tidak baik. Bahkan saya diancam oleh ponakan dari almarhum di Niki-Niki. Dia bilang ke saya, ‘Kalau lu berani kerja kuburan beta, bunuh, kasih mati lu!’” ungkap Antonia dengan penuh kesedihan dan tekan batin
Bukan hanya ancaman verbal, tekanan psikologis terus datang menghampiri. Antonia merasa posisinya sebagai istri sah direndahkan dan hak-haknya diabaikan. Ia mengaku pihak keluarga almarhum secara sepihak ingin mengatur rumah tangganya dan mencoba menguasai seluruh aset warisan peninggalan suaminya, termasuk rumah tinggal dan harta lainnya.
" Saya sebagai istri sah merasa sudah tidak tahan. Mereka seolah-olah mau atur saya, bahkan mau kuasai semua harta warisan dari almarhum. Padahal saya istri sah. Saya merasa seperti tidak dihargai sama sekali," kata Antonia Nenohaifeto, Jumat (4/7/2025).
Sebagai tambahan dari tekanan langsung, beberapa anggota keluarga almarhum juga diketahui menyindir dan menyebarkan masalah internal ke media sosial, membuat Antonia merasa semakin terpojok dan malu.
"Mereka muat status di Facebook. Saya punya keluarga baca dan kirim ke saya. Saya malu sekali. Masalah rumah tangga ini justru diumbar ke media sosial. Saya bukan orang sempurna, tapi saya istri sah dan tidak pantas diperlakukan begini," ucapnya pilu.
Merasa tidak sanggup menanggung tekanan lebih lama, Antonia memilih jalur formal dengan melaporkan persoalan ini ke Pemerintah Desa Taebesa pada 26 Juni 2025. Ia berharap pihak desa dapat menjadi penengah dan memfasilitasi mediasi antarpihak. Namun, hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan atau pertemuan yang dilakukan oleh pemerintah desa.
"Saya sudah lapor ke desa, tapi sampai sekarang belum ada mediasi. Saya sangat kecewa. Saya cuma cari keadilan. Kalau bisa, lewat pemberitaan ini saya bisa dapat perhatian dan perlindungan hukum. Saya hanya ingin hidup tenang," katanya penuh harap.
Kasus seperti ini menjadi gambaran nyata bahwa masih banyak perempuan, khususnya istri sah, yang menjadi korban ketidakadilan setelah kehilangan pasangan hidup. Tidak hanya kehilangan pendamping hidup, namun juga kehilangan hak, martabat, dan kedamaian.
"Saya sudah cukup sabar. Tapi kalau terus dibiarkan, saya takut sesuatu yang buruk terjadi. Saya hanya ingin keadilan, bukan permusuhan," tutupnya.
Sayangnya, pasca pengakuan terbuka ini, pihak keluarga Isu justru dikabarkan tidak menerima baik sikap Antonia yang membuka persoalan ini ke ruang publik, khususnya lewat media sosial dan media massa. Meski demikian, Antonia menegaskan bahwa tujuannya hanya satu: mencari keadilan secara sah tanpa harus hidup dalam tekanan dan ketakutan.
" Seluruh keluarga isu tidak terima baik karna kenapa harus di muat di media sosial," Pungkasnya.
Tim media telah berupaya mengonfirmasi, Erwin Darahalato, melalui sambungan telepon dan WhatsApp ke nomor pribadinya berulang kali, namun tidak ada jawaban atau tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
(Marfin)