• Jelajahi

    Copyright © Pena Kita
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Halaman

    Tangis Rumah Gadang: Oknum Dokter RSAM Diduga Kebal Hukum Aniaya Niniak Mamak Kurai

    Jumat, 26 Desember 2025, Desember 26, 2025 WIB Last Updated 2025-12-26T08:55:24Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini



    Bukittinggi,Penakita.info — 

    Di tanah yang dijaga oleh semangat siri yang tak tergoyahkan dan pantang larang yang kental, di mana tuha-tuha disanjung sebagai "pucuk pimpinan" yang dihormati, adat Minangkabau hari ini mengeluarkan tangis yang teresak-esak.
     
    Tangisnya merambat melewati bukit-bukit barisan nan elok yang menyelimuti kota, menyebar ke dusun dan kampung yang dulu penuh harmoni — menangis atas kesaksian yang terlalu menyakitkan untuk diterima.
     
    Miris, sungguh miris. Dua oknum dokter yang seharusnya menjadi "pelindung nyawa" dengan baju putihnya, diduga berani melakukan apa yang bisa disebut "aniaya dua kali" pada korban tua renta. Bukan hanya penganiayaan fisik yang menyakitkan, tapi juga sikap tidak berprikemanusiaan yang membuatnya terpuruk: tidak mendapatkan bukti visum meskipun sudah berkali-kali mendatangi dan memohon pada RSUD Dr. Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi.

    Konsekuensinya, langkah tegas tak bisa lagi ditunda. Pengacara dan Konsultan Hukum Riyan Permana Putra, S.H., M.H., resmi mengajukan gugatan perdata terhadap RSAM di Pengadilan Negeri Bukittinggi. Perkara tersebut telah terdaftar dengan Nomor Perkara: 67/Pdt.G/2025/PN Bkt.
     

    Gugatan ini muncul setelah RSAM diduga menolak mengeluarkan Visum et Repertum (VeR) untuk kliennya — yaitu Datuak Rang Kayo Nagari, seorang Niniak Mamak Kurai Bukittinggi yang menjadi korban dugaan penganiayaan. Padahal, permintaan visum telah diajukan secara sah oleh penyidik Polresta Bukittinggi melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Nomor: SP2HP / 620 / X / 2025 / Reskrim tanggal 18 Oktober 2025.
     
    Diduga Langgar Kewajiban Penerbitan Visum
     
    Alasan RSAM yang diduga menolak menerbitkan visum — karena kejadian sudah berlalu lebih dari empat bulan — menurut Riyan tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Ia menegaskan: "Pasal 133 KUHAP jelas mengatur bahwa penyidik berwenang meminta pemeriksaan medis untuk kepentingan peradilan. Ini adalah kewajiban yang harus dipatuhi tanpa alasan apapun."
     
    Siapa sangka, di tempat yang seharusnya dipenuhi kehangatan gotong-royong dan rasa hormat yang mendalam kepada yang tua, ada tangan yang malah menyakiti? Korban yang sudah lemah tulang, yang hanya mencari pertolongan dan bukti untuk mendapatkan keadilan, malah dikenai sikap yang kejam — seolah-olah martabatnya tidak berharga, seolah-olah hukum tidak berani menyentuh mereka yang diduga "kebal".
     
    "Apa yang terjadi pada tanah kita yang selalu menjunjung tinggi adab dan budaya?" — tanya seorang datuak dengan suaranya gemetar, matanya memancarkan kesedihan. "Dokter seharusnya malaikat yang menolong, bukan penghalang jalur keadilan. Adat kita tidak pernah mengajarkan untuk menyakiti yang lemah — ini adalah kesalahan yang tidak bisa dimaafkan, bahkan oleh bumi yang kita pijak."
     
    Tangis adat ini tidak hanya untuk korban yang terluka batin dan badan. Ia juga untuk kehilangan kepercayaan pada institusi yang seharusnya menjadi tumpuan. Bagaimana bisa oknum ini berani bertindak demikian? Apakah benar mereka benar-benar kebal hukum? Atau apakah kita semua sudah lupa akan nilai-nilai yang menjadikan Minangkabau sebagai Minangkabau — tanah yang menghormati yang tua dan menjunjung keadilan?
     
    Hari ini, tanah rumah gadang menangis. Menangis atas ketidakadilan yang menimpa sang Niniak Mamak. Menangis atas sikap yang melanggar akal sehat dan kemanusiaan. Dan menangis sambil menunggu jawaban: kapan keadilan akan tiba, dan kapan adat yang kita cintai akan kembali mendapatkan kehormatannya yang tercurah?
     



    (Tim)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini