Lampung Selatan, penakita,info -
Proses pembentukan pengurus Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, resmi ditutup hari ini, sesuai dengan instruksi Bupati Lampung Selatan Radityo Egi Pratama. Namun di Kelurahan Kalianda, dinamika internal justru memunculkan riak ketidakpuasan warga terhadap penunjukan dua pengurus inti koperasi.
Struktur pengurus koperasi di kelurahan tersebut diumumkan oleh Lurah Kalianda, Fahroza Fahmi, dalam Musyawarah Desa Khusus (Musdessus) yang digelar di kantor kelurahan setempat. Komposisi struktur terdiri dari satu ketua koperasi, dua wakil ketua, satu sekretaris, satu bendahara, tiga anggota, serta tiga orang Badan Pengawas, yakni Fahroza Fahmi sebagai Ketua Dewan Pengawas dan dua tokoh masyarakat, Usman Efendi dan Herman, sebagai anggota.
Namun, sorotan tajam warga tertuju pada dua nama yang menjabat sebagai Ketua dan Bendahara koperasi, yaitu Djemsi Awumba dan Nisya Nabila. Seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku kecewa atas penunjukan keduanya yang diketahui berstatus tenaga honorer (hondis) di kantor kelurahan. Menurutnya, keikutsertaan mereka melanggar Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Pembentukan Pengurus Kopdes Merah Putih, yang secara eksplisit melarang keterlibatan ASN, perangkat desa, maupun tenaga honorer aktif dalam struktur kepengurusan.
Tak hanya itu, warga tersebut juga mengklaim bahwa nama Djemsi dan Nisya tidak pernah diusulkan secara terbuka dalam Musdessus, melainkan langsung diumumkan setelah ditunjuk oleh Dewan Pengawas. “Ini bukan hasil musyawarah, tapi penunjukan sepihak. Lalu diumumkan seolah-olah sudah dibahas bersama,” ujarnya.
Lurah Kalianda, Fahroza Fahmi, ketika dikonfirmasi di kantornya membantah tudingan tersebut. Ia menyebut bahwa proses pembentukan telah melewati serangkaian musyawarah yang cukup panjang dan mengacu pada juklak serta juknis yang berlaku.
“Pemilihan pengurus sudah melalui beberapa kali musyawarah. Dan sesuai aturan, struktur pengurus akhirnya disampaikan dalam Musdessus siang tadi. Memang sempat ada pertanyaan soal status honorer dari dua nama tersebut, tapi kami sudah beri opsi. Mereka memilih mundur sebagai honorer agar bisa sah menjabat sebagai pengurus,” jelas Fahmi, Senin (19/5/2025).
Meski demikian, Fahmi tak bisa menutupi kekecewaannya terhadap warga yang menyampaikan keluhan ke media.
“Kalau ada yang tidak setuju, seharusnya disampaikan langsung di rapat. Bukan bicara di belakang. Saya sebagai lurah merasa tidak dihargai. Bisa jadi yang bersangkutan malah mengincar posisi dalam kepengurusan,” ucapnya menambahkan.
Dukungan terhadap struktur pengurus juga disampaikan oleh anggota Dewan Pengawas, Usman Efendi. Ia menegaskan bahwa proses pemilihan tidak dilakukan secara asal tunjuk, melainkan melalui tiga kali rapat yang mempertimbangkan aspek kompetensi dan integritas.
“Kita sudah tiga kali rapat pemilihan pengurus untuk memilih orang yang amanah dan mengerti di bidang perkoperasian. Yang dipilih bukan asal tunjuk, tapi dari lingkungan dan sesuai kapasitas. Maaf ya…!!!” ujar Usman melalui pesan singkat kepada Awak Media
Kisruh ini mencerminkan lemahnya kontrol transparansi dalam proses pembentukan koperasi yang sejatinya berbasis musyawarah warga. Jika mekanisme musyawarah hanya menjadi formalitas untuk melegitimasi keputusan sepihak, maka kepercayaan publik terhadap koperasi sebagai alat pemberdayaan ekonomi rakyat bisa runtuh sejak awal.
(Ar.mcl)