masukkan script iklan disini
Dalam orasi, para peserta aksi menyuarakan keprihatinan atas ketimpangan tersebut. Salah satu orator menegaskan, “Sudah 79 tahun Indonesia merdeka, tapi kami masih hidup tanpa listrik. Di tengah era digital,yang sanggat memprihatinkan Sebuah tulisan yang di bawah oleh para masa Aksi" Pak Presiden desa kami gelap kami butuh terang untuk mas depan anak-anak kami " kami masih belajar dengan lampu minyak.” Hal ini mencerminkan suramnya masa depan masyarakat yang tidak mendapatkan akses dasar dari negara.
Aksi yang dimulai pukul 13.20 WITA ini diikuti sekitar 500 demonstran, dan dijaga oleh pihak Kepolisian Polres TTS serta Kodim 1621/TTS. Para demonstran juga mengkritik lambannya proses pengajuan listrik yang telah dilakukan berulang kali. Mereka mengklaim telah mengajukan proposal sebanyak delapan kali, namun belum juga mendapat kejelasan.
“Penyertaan modal dari negara mencapai Rp3 triliun, tapi daerah kami tetap gelap. Jika dalam satu tahun tak ada realisasi, kami akan membawa persoalan ini ke jalur hukum,” ujar salah satu perwakilan demonstran. Mereka juga menekankan dampak serius dari ketiadaan listrik, termasuk meningkatnya kerentanan terhadap praktik perdagangan manusia dan ketertinggalan pendidikan.
Melalui aksi ini, DPC POSPERA TTS dan FPDT menyerukan agar negara segera memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan memastikan pembangunan merata hingga ke pelosok. “Kami tidak butuh janji, kami butuh terang,”
(Marfin )