Di Desa Lakulo misalnya, masyarakat telah memasang jaringan listrik mandiri sejak tahun 2012 menggunakan tiang kayu dan kabel yang dibeli sendiri. Kondisi ini dinilai sangat berisiko, mengingat usia jaringan yang lebih dari satu dekade dan penggunaan tiang kayu yang rawan roboh, terutama saat angin kencang atau bencana alam. Agustinus mempertanyakan mengapa PLN tidak memiliki data mengenai jaringan listrik mandiri ini dan tidak melakukan peningkatan kualitas jaringan selama bertahun-tahun, padahal masyarakat tetap membayar listrik melalui sistem pulsa (token).
Agustinus mengkritik sikap PLN yang dianggap kurang peduli terhadap kondisi ini. Meskipun masyarakat membayar listrik, PLN seolah mengabaikan risiko keselamatan yang ditimbulkan oleh jaringan listrik yang tidak layak. Ia meminta PLN untuk memiliki database yang jelas mengenai jaringan listrik mandiri dan melakukan program peningkatan jaringan dengan mengganti tiang kayu yang sudah tua dan membahayakan. Ia juga menyayangkan kebiasaan PLN memasang meteran baru tanpa mengecek kelayakan dan keamanan jaringan pendukung terlebih dahulu.
Setelah menemukan kondisi tersebut di lapangan, Agustinus langsung menghubungi Humas PLN Provinsi NTT. Pihak Humas PLN menyatakan bahwa perlu surat permohonan dari desa agar permasalahan ini dapat ditindaklanjuti oleh PLN daerah.
Kondisi jaringan listrik mandiri di beberapa desa Kabupaten Malaka sangat memprihatinkan dan membahayakan keselamatan masyarakat. Agustinus Nahak mendesak PLN untuk lebih proaktif dalam mendata dan meningkatkan kualitas jaringan listrik di daerah tersebut demi keselamatan dan keamanan masyarakat.
(Marfin)